MAKALAH ILLEGAL CONTENT
|
|
TUGAS MAKALAH ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI
DAN KOMUNIKASI
Diajukan untuk
memenuhi nilai UAS Tugas Makalah Semester 6 Mata Kuliah Etika Profesi Teknologi
Informasi dan Komunikasi
Disusun Oleh :
Rizky Amalia Wijayanti (12181097)
Eka Diana Saputri (12180050)
Vincent Luis (12182867)
Alfon Lumban Gaol (12181366)
Windawani (12182029)
Program
Studi Sistem Informasi
Fakultas
Teknik dan Informatika
Universitas
Bina Sarana Informatika
Jakarta
2021
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT karena atas terselesaikannya Makalah Etika Profesi dan Profesi (Illegal
Content). Tujuan pembuatan Makalah
ini sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh nilai UAS pada mata kuliah
Etika Profesi Teknologi Informasi Komunikasi pada program Diploma Tiga (DIII)
Program Studi Sistem Informasi pada Fakultas Teknik dan Informatika di
Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) .
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah
ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati
penulis berharap pembaca dapat memaklumi atas segala kekurangan makalah ini,
karena penulis hanyalah manusia biasa yang tak luput dari khilaf serta
keterbatasan kemampuan penulis sehingga yakin bahwa laporan penelitian ini
masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran
spenelitian yang bersifat membangun demi kesempurnaan dimasa yang akan datang
sangat penulis harapkan.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan
penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi kami, umumnya
bagi rekan-rekan maupun pembaca meskipin dalam laporan ini masih banyak
kekurangan. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Terima Kasih.
Jakarta,18 Juni 2021
Penulis
DAFTAR ISI
2.2. Sasaran
Pelaku Cybercrime
2.4. Pengertian
Illegal Content
3.3. Penanggulangan
Kasus Illegal Content
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan
yang timbul karena pemanfaatan
teknologi internet. Kebutuhan akan teknologi jaringan komputer semakin
meningkat. Selain sebagai media penyedia informasi, melalui Internet pula
kegiatan komunikasi komersial menjadi begian terbesar, dan terpesat
pertumbuhannya serta, menembus berbagai batas negara. Bahkan melalui jaringan
ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui selama 24 jam. Melalui dunia
internet atau disebut juga cyberspace, apapun dapat dilakukan. Segi positif
dari dunia maya ini tentu saja menambah trend perkembangan teknologi dunia
dengan segala bentuk kreatif manusia. Namun dampak negatifnya pun tidak bisa
dihindari.
Munculnya beberapa kasus cybercrime di
indonesia, seperti pencuri kartu kredit, hacking beberapa situs, transmisi data
orang lain, misalnya email dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan
perintah yang tidak dikendaki ke dalam programmer komputer. Sehingga dalam
kejahatan komputer dimungkuinkan adanya delik formil dan delik materiall. Delik
formil adalah perbuatan pernuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain
tanpa ijin, sedangkan delik material adalah perbuatan yang menimbulkan akibat
kerugian bagi orang lain.
Adanya cybercrime telah menjadi ancaman
stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangkan teknik kejahatan yang
dilakukan dengan teknologi komputer, khusunya jaringan internet dan internet.
Kemajuan teknologi informasi yang serba
digital membawa orang ke dunia bisnis yang revolusioner (digital revolution
era) karena dirasakan lebih mudah, murah, praktis dan dinamis berkomunikasi dan
memperoleh informasi. Di sisi lain, berkembangnya teknologi informasi
menimbulkan pula sisi rawan yang gelap sampai tahap mencemaskan dengan
kekhawatiran pada perkembangan tindak pidana di bidang teknologi informasi yang
berhubungan dengan cybercrime atau kejahatan duniamaya.
Masalah kejahatan dunia maya dewasa
ini sepatutnya mendapat perhatian dari semua pihak secara seksama
pada perkembangan teknologi informasi masa depan, karena kejahatan ini termasuk
salah satu extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) bahkan
dirasakan pula sebagai serious crime (kejahatan serius)
dan transnational crime (kejahatan antar negara)
yang selalu mengancam kehidupan warga masyarakat, bangsa dan negara berdaulat.
Tindak pidana atau kejahatan ini adalah sisi paling buruk di dalam kehidupan
modern di masyarakat. Akibat kemajuan teknologi yang sangat pesat,
namun banyak pihak yang menyalahgunaan sehingga banyak terjadi kejahatan
seperti kejahatan komputer, pornografi, terorisme
digital, perang informasi sampah, bias informasi, hacker, cracker dan
sebagainya.
1.2. Maksud
dan Tujuan
Maksud
dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Menambah
wawasan dan pengetahuan penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya,
mengenai pentingnya etika profesi teknologi dan informasi.
b. Menambah
pengetahuan mengenai jenis-jenis cybercrime.
c. Mengetahui
pengkajian terhadap perundangan yang dimiliki kaitan langsung maupun tidak
langsung dengan munculnya tindakan cybercrime khususnya Ilegal
Content.
d. Memberikan
pemahaman kepada rekan-rekan mahasiswa mengenai kompleknya kejahatan yang dapat
terjadi di dunia internet.
e. Untuk
lebih memahami dan mengetahui tentang pelanggaran hukum (Cybercrime)
yang terjadi dalam dunia maya sekarang ini, dan
Undang-Undang Dunia Maya (Cyberlaw).
F. Mengetahui bahaya Illegal Content dan
dapat mencegah atau menghindari
bahayanya.
Sedangkan tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi matakuliah Etika Profesi Teknologi &
Komunikasi.
1.3. Ruang
Lingkup
Untuk
mencapai tujuan supaya penulisan yang dilakukan lebih terarah dan tidak keluar
dari topik pembahasan, maka penulis hanya membahas jenis cybercrime dalam
lingkup Illegal Content di indonesia, dan penanggulannya serta
penegakan hukum Etika Profesi Tekonologi & Informasi di Indonesia.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1. Pengertian
Cybercrime
Kejahatan dengan menggunakan teknologi informasi khususnya
Komputer dan pendaftaran nama domain melalui internet, kredit card, serta ATM
telah sampai pada tahap yang mencemaskan, kemajuan teknologi informasi selain
membawa ke dunia bisnis yang revolusioner (digital revolution area) yang serba
praktis ternyata mempunyai sisi gelap yang mengerikan, seperti pornografi,
kejahatan computer (pencurian, penipuan, pemalsuan data, dan atau perbuatan
pidana lainnya bahkan terorisme digital, perang informasi, masalah lingkungan,
sampah, dan hacker). Karena seringkali sebuah sistem jaringan berbasis internet
memiliki kelemahan (lubang keamanan = hole). Ketika terdapat celah/lubang tidak
ditutup, pencuri bisa masuk dari celah/lubang itu. (Wiryantha et al., 2017).
Menurut Gregory dalam (Amalia Arifah, 2011), Cybercrime adalah suatu bentuk kejahatan virtual dengan
memanfaatkan media komputer yang terhubung ke internet, dan mengekploitasi
komputer lain yang terhubung dengan internet juga. Adanya lubang-lubang
keamanan pada sistem operasi menyebabkan kelemahan dan terbukanya lubang yang
dapat digunakan para hacker, cracker dan script kiddies untuk menyusup ke dalam
komputer tersebut.
Sedangkan menurut Kepolisian Inggris Tahir (2009) ”Cyber
Crime adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal
dan atau kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan
teknologi digital”.
Dari beberapa pengertian di atas, cybercrime dapat
dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai
jaringan komputer sebagai sarana / alat atau komputer sebagai objek, baik untuk
memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.
2.2.
Sasaran Pelaku Cybercrime
Menurut (Amalia Arifah, 2011), Hacker memiliki beberapa sasaran tertentu dalam tindakan
Cybercrime, diantaranya adalah :
·
Database
Kartu Kredit
·
Database
Account Bank
·
Database
Informasi Pelanggan
·
Pembelian
Barang dengan Kartu Kredit Palsu atau Kartu Kredit orang lain yang bukan
merupakan Hak Kita (Carding)
·
Mengacaukan
Sistem
2.3.
Karakteristik Cybercrime
Menurut (Fuady, 2005) Cybercrime memiliki karakter yang khas dibandingkan dengan
kejahatan konvensional. yaitu antara lain :
·
Perbuatan
yang dilakukan secara ilegal, tanpa hak atau tidak etis tersebut terjadi di
ruang/wilayah maya (cyberspace), Sehingga tidak dapat dipastikan yurisdiksi
hukum negara mana yang berlaku terhadapnya.
·
Perbuatan
tersebut dilakukan dengan menggunakan peralatan apapun yang bisa terhubung
dengan internet.
·
Perbuatan
tersebut mengakibatkan kerugian materil maupun immateril (waktu, nilai, jasa,
uang, barang, harga diri, martabat, kerahasiaan informasi) yang cenderung lebih
besar dibandingkan kejahatan konvensional.
·
Pelakunya
adalah orang yang menguasai penggunaan internet beserta aplikasinya.
·
Perbuatan
tersebut seringkali dilakukan secara transnasional/melintasi batas Negara.
2.4. Pengertian
Illegal Content
Illegal
Content merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke Internet
tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar
hukum atau mengganggu ketertiban umum. (Amalia Arifah, 2011).
Dari
pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Illegal Content adalah tindak
kejahatan dunia maya dengan motif memasukan data atau informasi yang bersifat
sensitive, menyinggung orang lain, ataupun konten yang tidak pantas untuk
publik ke dalam internet.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1. Kronologi Kasus
Kasus yang akan kami bahas sesuai
dengan tema yang kami angkat yaitu Illegal Contents adalah kasus penyebaran
berita hoax atau berita bohong yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet. Ratna
Sarumpaet adalah salah satu anggota Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi
yang terlibat dalam kasus hoax pada tahun 2018. Pemberitaan penganiayaan Ratna
Sarumpaet oleh sekelompok orang tak dikenal pertama kali muncul pada 2 Oktober
2018.
Berdasarkan penelusuran yang
dilakukan Tempo, kabar Ratna Sarumpaet dianiaya pertama kali beredar melalui
Facebook. Akun yang mengunggah informasi tersebut adalah Swary Utami Dewi.
Unggahan ini disertai sebuah tangkapan layar yang berisi dari aplikasi pesan
WhatsApp pada 2 Oktober 2018 serta foto Ratna. Namun unggahan tersebut kini
telah dihapus. Kabar tersebut kemudian menyebar lewat Twitter melalui akun
sejumlah tokoh. Salah satunya adalah Rachel Maryam.
Penganiayaan yang diterima oleh
Ratna Sarumpaet kemudian mendapat respon. Salah satunya dari politikus Partai
Gerindra, Rachel Maryam melalui akun twitternya di @cumarachel. Dalam
cuitannya, ia membenarkan kabar penganiayaan yang diterima oleh aktivis dan
seniman teater itu. "Berita tidak keluar karena permintaan bunda
@Ratnaspaet pribadi, beliau ketakutan dan trauma. Mohon doa," tulis Rachel
pada 2 Oktober 2018.
Tak hanya Rachel, kabar penganiayaan
tersebut juga dibenarkan oleh Juru Bicara Tim Prabowo-Sandiaga Dahnil Anzar
Simanjuntak. Dalam pernyataannya, Dahnil mengatakan Ratna dikeroyok oleh orang
tak dikenal dan dimasukkan ke dalam mobil. Pengacara Ratna, Samuel Lengkey juga
mengatakan hal senada. Lengkey mengatakan bahwa kabar penganiayaan itu benar
tapi ia menolak memberitahukan informasi lengkapnya. "Iya benar, itu
confirmed dia," ucapnya.
Konfirmasi berikutnya juga datang
dari Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon. Melalui cuitan di akunnya
yakni @fadlizon, Fadli menegaskan Ratna Sarumpaet mengalami penganiayaan dan
dikeroyok dua sampai tiga orang. "Jahat dan biadab sekali," kata dia
melalui cuitanya. Fadli juga mengaku telah bertemu dengan Ratna dua kali
setelah mengalami penganiayaan.
Tak berhenti di situ, Ketua Umum
Partai Gerindra sekaligus calon presiden 2019 Prabowo Subianto turut memberikan
pernyataan mengenai kabar dikeroyoknya Ratna Sarumpaet pada Rabu malam, 3
Oktober 2018. Saat itu, Prabowo sempat mengatakan bahwa tindakan terhadap Ratna
adalah tindakan represif dan melanggar hak asasi manusia. Prabowo bahkan ingin
bertemu dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk membicarakan mengenai
dugaan penganiayaan yang dialami Ratna Sarumpaet di Bandung, Jawa Barat itu.
Setelah ramai pemberitaan tersebut,
hoax tersebut kemudian ditanggapi oleh pihak kepolisian. Kepolisian melakukan
penyelidikan setelah mendapatkan tiga laporan mengenai dugaan hoax itu.
Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, Ratna diketahui tidak
dirawat di rumah sakit dan tidak melapor
ke Polsek di Bandung dalam kurun waktu 28 September sampai 2 Oktober 2018. Saat
kejadian yang disebutkan pada 21 September, Ratna diketahui memang tak sedang
di Bandung. Hasil penyelidikan menemukan bahwa Ratna datang ke Rumah Sakit Bina
Estetika di Menteng, Jakarta Pusat, pada 21 September 2018 sekitar pukul 17.00.
Direktur Tindak Pidana Umum Polda Metro Jaya Kombes Nico
Afinta mengatakan Ratna telah melakukan pemesanan pada 20 September 2018 dan
tinggal hingga 24 September. Polisi juga menemukan sejumlah bukti berupa
transaksi dari rekening Ratna ke klinik tersebut.
Setelah kepolisian menggelar konferensi pers menjelaskan
persoalan itu, beberapa jam kemudian Ratna Sarumpaet juga ikut menggelar
konferensi pers. Di sana Ratna mengaku bahwa kabar itu tak benar.
Menurut Ratna, awal dari kabar pemukulan itu sebetulnya
hanya untuk berbohong kepada anaknya. Ratna yang pada 21 September 2018
mendatangi rumah sakit bedah untuk menjalani operasi sedot lemak di pipi,
pulang dalam kondisi wajah yang lebam.
3.2. Analisa Kasus
3.2.1. Motif Kasus
Sebagian pihak memang menduga ada
motif politik dalam kebohongan yang dibuat Ratna. Namun dalam pembelaan dalam
sidang Ratna mengklaim keterangan-keterangan saksi dan ahli mampu membuktikan
tidak ada motif politik dalam kasus kebohongannya. Dia mengaku hanya berbohong
untuk menutup operasi plastik yang dilakukannya kepada anak-anaknya. Saat
pengakuan itulah, tangis Ratna pecah. "Semata-mata untuk menutupi pada
anak-anak saya, dalam usia saya yang sudah lanjut saya masih melakukan operasi
plastik sedot lemak," ucapnya dengan terisak.
3.2.2. Pasal
Ratna dijerat 2 pasal, pertama Pasal
14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana karena diduga dengan
sengaja menimbulkan keonaran. Pasal 14. (1) Barang siapa, dengan menyiarkan
berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran
dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi tingginya sepuluh
tahun. (2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan
pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia
patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong,
dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Kedua, Pasal 28 ayat 2 UU ITE. Dalam UU ITE Pasal 28 Ayat 2,
setiap orang dilarang “dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau
kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA).
3.2.3. Hukuman
Dalam kasus ini, majelis hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Ratna
Sarumpaet dengan hukuman dua tahun kurungan penjara. Hakim menyatakan Ratna
bersalah karena menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dan dengan sengaja
menerbitkan keonaran di masyarakat. Namun, Ratna juga mendapatkan remisi saat
Idul Fitri 2019 dan HUT ke-74 RI pada 17 Agustus 2019 lalu yang diberikan oleh
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly. Sehingga dari total 2 tahun
hukuman penjara, Ratna hanya menjalani 15 bulan kurungan terhitung sejak
oktober 2018.
3.3. Penanggulangan Kasus Illegal Content
Maraknya berita hoax di media
sosial, salah satunya tentang terkuaknya berita kebohongan penganiayaan yang
dialami oleh Ratna Sarumpaet di Bandung, sungguh sangat memprihatinkan kita
bersama.
Dr. iur. Liona Nanang Supriatna S.H.
M.Hum. menyatakan bahwa perlunya strategi untuk menghadapi berita palsu (hoax)
yang jika terus menerus disampaikan akan menjadi seolah-olah asli atau menjadi
benar.
Pertama, metodologi berpikir kritis,
para demagog politik (pemimpin politik yang menyesatkan) pandai mendistorsi
informasi berbasis emosi massa, menggunakan bahasa hiperbolis-bombastis tanpa
rujukan data atau fakta yang valid.
Maka perlu mendidik masyarakat untuk
memiliki habitus berpikir kritis (critical thinking). Menghadapi sirkulasi
kebohongan perlu budaya “keraguan metodis” (dubium methodicum) yaitu
kesanggupan untuk meragukan secara ilmiah setiap informasi yang diterima dengan
merujuk pada kriteria kebenaran yang sahid agar dibiasakan berpikir ulang
setiap informasi yang diterima, tidak mudah percaya atau ditelan bulat-bulat
tanpa dikaji ulang.
Kedua, meningkatkan pendidikan moral
dan etika. Hak kebebasan berpendapat tidak berarti tanpa batas etika dan moral.
Kepekaan etik berlaku bagi pribadi dan publik sebagai filter penguji sehingga
mampu menahan atau mengontrol diri agar tidak tergiur untuk menyebarkan
kebohongan yang merugikan publik, atau memiliki kemampuan untuk mengekang diri
dari godaan menghina atau menista orang lain.
Ketiga, membangun kecerdasan
kewargaan (nasionalisme). Ekses negatif propaganda informasi tanpa dasar fakta
dan data dapat mempertajam segregasi (pemisahan) sosial, maka kewaspadaan dapat
dibangun dengan menggali dan menghayati paham nasionalisme.
Nasionalisme mengajarkan untuk
mencintai tanah air dengan segala keragaman atau kekayaan kultural didalamnya.
Dengan mengasah kepekaan terhadap nilai kebangsaan, rakyat tidak mudah
dijerumuskan ke dalam pusaran kebohongan publik dengan terlibat aktif
menyebarkan warta kebohongan yang merusak persatuan bangsa.
BAB
IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari makalah yang kami buat dengan tema “Illegal Contents”,
dapat kami simpulkan bahwa Illegal Contents merupakan sebuah kejahatan dunia
maya (Cybercrime) khususnya dalam kasus yang kami angkat adalah kasus
penyebaran berita hoax atau berita bohong yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet.
Dari kasus diatas, Penyebaran Berita Hoax dapat menyebabkan onar di kalangan
rakyat, bahkan dapat merugikan pihak lain.
4.2.
Saran
Berdasarkan
kasus diatas, dapat kita dapat menarik saran sebagai berikut :
1.
Jangan
menyebarkan berita yang belum pasti kebenaranya, selalu cek terlebih dahulu
sebelum menyebarkan.
2.
Selalu
saring berita yang didapatkan dari dunia maya ataupun media lainnya, jangan
asal percaya saja.
3.
Segera
laporkan ke pihak berwajib jika menemukan berita yang tidak sesuai dengan
kebenarannya agar penyebaran berita hoax dapat dihentikan dan tidak menjadi
konsumsi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia Arifah, D. (2011). Kasus Cybercrime Di Indonesia. Journal
of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://media.neliti.com/media/publications/24189-ID-kasus-cybercrime-di-indonesia.pdf
Fuady, M. E. (2005). Fenomena Kejahatan melalui Internet
di Indonesia Internet : Teknologi Pencipta. 56.
Wiryantha, A. A. N. R. D., Suwitra, I. M., & Sepud, I. M.
(2017). Jurnal Hukum Tindak Pidana Mayantara (Cyber Crime) dalam Perspektif
Akademik. 4(1), 37–49. https://doi.org/10.22225/jhp.4.1.161.1-11
https://nasional.tempo.co/read/1133129/begini-kronologi-kasus-hoax-ratna-sarumpaet
https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/814.pdf
https://www.liputan6.com/news/read/4142966/kilas-balik-perjalanan-kasus-hoaks-ratna-sarumpaet
https://jendelanasional.id/jendela-indonesia/cara-mengatasi-berita-hoax-pasca-kasus-ratna-sarumpaet/
Comments
Post a Comment